15.5.09

Kitab Gundul, Siapa Takut…

Kitab berhuruf gundul atau tanpa harakat, adalah referensi utama bagi keilmuan pesantren khususnya dan dunia Islam umumnya. Menguasai kitab, yang sering disebut kitab kuning —karena lembarannya umumnya berwarna kuning— ini berarti menguasai keilmuan Islam.
Namun, tidak banyak yang mampu membacanya dengan baik, lantaran dibutuhkan persyaratan njelimet. Para santri harus paham nahw (tata bahasa Arab, sharf (bentuk-bentuk dan perubahan kata dalam bahasa Arab), harus mengeram lama di pesantren, hafal ribuan bait Alfiyyah Ibn Malik dan sebagainya. Kitab gundul pun seolah menjadi ‘hantu’ mengerikan, tidak hanya bagi kaum muslim awam, bahkan bagi para santri pesantren sekali pun. Kenyataan itu menggelisahkan Pengasuh Pondok Pesantren Darul-Falah, KH. Taufiqul Hakim. Untuk menyiasatinya, pria kelahiran Sidorejo, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah, 14 Juni 1975 ini, menciptakan metode pembelajaran kitab kuning secara cepat, tepat, dan menyenangkan. Metodenya diberi nama Amtsilati, terinspirasi metode belajar cepat membaca al-Quran Qira’ati karya KH. Dachlan Salim Zarkasyi.
“Terdorong dari metode Qira’ati yang mengupas cara membaca yang ada harakatnya, saya membuat tuntunan yang bisa digunakan untuk membaca kitab yang tidak ada harakatnya,” ujarnya saat ditemui Rumadi dari the WAHID Institute di kediamannya. Karya ini dihasilkan lewat serangkaian tirakat. Menurut Kiai Taufiqul Hakim, sejak 27 Rajab 1421 H, dirinya terus merenung mencari solusi problem ini. “Setiap hari saya melakukan mujahadah (usaha-usaha spiritual, red.) terus-terusan sampai 17 Ramadlan,” kata ayah M. Rizqi al-Mubarok (9 tahun) ini.
Bertepatan waktu Nuzulul Qur’an itu, seakan- akan ada dorongan kuat dalam dirinya untuk menulis. “Siang malam saya ikuti dorongan itu dan akhirnya pada 27 Ramadlan selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulisan tangan. Amtsilati saya tulis hanya dalam 10 hari,” terangnya.
Ajaib. Kini, kata alumni Pesantren al-Manshur Popongan, Klaten, Jawa Tengah, ini karyanya itu, sebanyak tujuh jilid tipis-tipis, telah tersebar ke berbagai penjuru negeri. Tidak hanya di Jawa, tapi juga di Kalimantan, Batam dan bahkan di luar negeri seperti Malaysia. “Sampai saat ini Amtsilati telah diterbitkan tidak kurang dari 5 juta eksemplar,” ungkapnya. Bahkan tawaran metodenya telah dijadikan skripsi oleh Abdul Rosyid, dengan judul Metode Amtsilati dalam Proses Penerjemahan: Studi Analisis Buku ‘Program Pemula Membaca Kitab Kuning’ Karya H. Taufiqul Hakim, di Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Kelebihan metode Amtsilati, yang merupakan ‘rangkuman’ Alfiyyah Ibn Malik ini, yaitu meletakkan rumus-rumus dan gramatikal Arab secara sistematis. Rumus-rumus itu lantas diikat melalui hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu Rumus Qaidati dan Khulashah Alfiyyah. Menurut kesimpulan Kiai Taufiq, sebetulnya tidak semua bait kitab Alfiyyah karya Ibn Malik, kitab induk yang berisi cara membaca kitab gundul, digunakan untuk membaca kitab kuning. “Hanya 100 sampai 200 bait yang sangat penting dan prioritas. Selainnya hanya penyempurna,” ujarnya mengomentari ribuan bait dalam Alfiyyah.
Kiai Taufiq kini yakin, untuk menguasai kitab gundul secara mumpuni, siapapun tidak perlu bersusah-payah mempelajarinya selama bertahun- tahun, tapi cukup 3 sampai 6 bulan saja. Untuk menunjang metodenya, Kiai Taufiq juga menulis karya sejenis. Misalnya, Qaidati: Rumus dan Qaidah; Shorfiyah: Metode Praktis Memahami Sharaf dan I’lâl; Tatimmah: Praktek Penerapan Rumus 1-2; Khulashah Alfiyah Ibnu Malik, dan sebagainya.
Sumber : The Wahid Institute; Nurul H Maarif

Comments :

0 komentar to “Kitab Gundul, Siapa Takut…”

Posting Komentar

Dukung Kami,